Posted on 24/09/2017 by henrinurcahyo
OLEH HENRI NURCAHYO

Hening Purnamawati, dikenal sebagai perempuan pelukis surrealis yang memiliki gaya tersendiri. Berbagai penghargaan diraihnya, sejumlah pameran bergengsi diikutinya termasuk pameran di banyak negara. Tetapi sudah cukup lama berita tentang Hening memang betul-betul hening alias sepi. Tahu-tahu hari Rabu (28/6/1) menjelang tengah hari beredar info mengejutkan di media sosial bahwa Hening Purnamawati meninggal dunia dalam usia 57 tahun. Baca lebih lanjut →
Filed under: seni | Tagged: aksera, hening purnamawati, rilantono, STKW | Leave a comment »
Posted on 07/02/2017 by henrinurcahyo
Apakah seorang perupa (pelukis) harus menyerah menghadapi hambatan? Sebagai pekerja kreatif, tidak ada kata menyerah bagi perupa. Tak bisa melukis dengan tangan kanan, tak ada bahan melukis, kreatif menggunakan media apa saja, dan tetap berpameran dalam kondisi tak berdaya di atas kursi roda. Bukankah sokoguru seniman adalah kreativitas? Bahkan anak-anak berkebutuhan khusus mampu melahirkan karya hebat. Pelajaran berharga dapat dipetik dari perupa tangguh seperti Made Wianta, Hardono, Jansen Jasien, Widodo Basuki, Cak Kandar, Joni Ramlan, Makhfoed, Thalib Prasojo, Rudi Isbandi, Lim Keng dan juga warisan berharga Aksera. Tetapi yang harus diingat, bahwa belajar melukis itu tidak harus menjadi pelukis. Bagaimana lukisan yang disebut bagus itu? Bonsai itu juga seni rupa lho. Kesemuanya ini dibahas dalam buku 261 halaman ini. Berminat? Harga Rp 75 ribu. Hubungi langsung penulisnya: SMS/WA 0812 3100 832, email: henrinurcahyo@gmail.com
Filed under: BUKU | Leave a comment »
Posted on 25/11/2016 by henrinurcahyo
Catatan Henri Nurcahyo

Pergelaran ludruk dengan lakon “Pernikahan Jahanam” memang pilihan judul yang diluar kebiasaan pementasan ludruk pada umumnya, meski bukan hal baru sama sekali. Disamping itu, “Kendho Kenceng” merupakan nama yang unik untuk sebuah kelompok ludruk, yang biasanya menggunakan kata “Budaya”. Dan itulah yang terjadi di Taman Krida Budaya Jawa Timur (TKB Jatim) Malang, Sabtu lalu (19/11). Baca lebih lanjut →
Filed under: seni | Tagged: Ayaka ‘Endang’ Mashimo, ayaka endang, kendho kenceng, Ludruk, maju jaran, rumah gila, Sofia Almgren, sutak wardhiono, taman krida budaya, Triwida Wulandari | Leave a comment »
Posted on 09/11/2016 by henrinurcahyo
Oleh HENRI NURCAHYO

Rudi Isbandi (kiri) bersama Tedja Suminar di Galeri Surabaya
Belum genap seratus hari Tedja Suminar meninggal dunia (80 tahun), Rudi Isbandi menyusulnya ke alam baka (79 tahun). Maka habislah sudah generasi tonggak seni rupa Surabaya. Setelah Karyono Ys, Krishna Mustadjab, M. Daryono, M. Roeslan, Amang Rahman, O.H. Supono, Lim Keng dan Gatut Kusumo yang sebetulnya juga pelukis, disamping sastrawan dan lebih dikenal sebagai sineas. Kini disusul Tedja Suminar dan Rudi Isbandi yang wafat seminggu yang lalu (18/9). Baca lebih lanjut →
Filed under: seni | Tagged: dewan kesenian surabaya, irian barat, pelukis pemikir, rudi isbandi, tedja suminar | Leave a comment »
Posted on 11/09/2016 by henrinurcahyo
OLEH HENRI NURCAHYO

Nyaris tidak banyak yang tahu, hampir 50 (lima puluh) tahun yang lalu pernah lahir Akademi Seni Rupa Surabaya (Aksera). Meski hanya berumur 5 tahun, Aksera mampu melahirkan para perupa yang tangguh, memiliki karakter kuat dan sanggup bertarung sendirian di medan persilatan seni rupa modern Indonesia. Aksera melahirkan kemandirian, bukan sebuah madzab yang cenderung seragam. Justru keanekaragaman itulah yang menjadi kekuatannya. Aksera adalah sebuah mitos dalam khasanah seni rupa di Surabaya, bahkan bisa jadi di Indonesia. Baca lebih lanjut →
Filed under: seni | Tagged: aksera, dewan kesenian jatim, gatut kusumo, makhfoed, nunung ws, nuzurlis koto, taman budaya jatim | 5 Comments »
Posted on 07/08/2016 by henrinurcahyo

Catatan Henri Nurcahyo
Jatim Specta Night Carnival (JSNC) adalah pawai budaya tahunan yang secara khusus diselenggarakan pada malam hari. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jawa Timur sebagai penyelenggaranya memang sengaja memilih waktu malam agar event ini berbeda dengan kebanyakan pawai yang serupa dan sudah banyak dilaksanakan di mana-mana. Meskipun, Sumenep misalnya, sebetulnya sudah punya tradisi menggelar lomba musik dhuk-dhuk dalam bentuk pawai yang juga dilakukan pada malam hari. Baca lebih lanjut →
Filed under: Budaya, Wisata | Tagged: blitar, disbudpar jatim, jatim specta night carnival, pawai | Leave a comment »
Posted on 27/07/2016 by henrinurcahyo
Oleh Henri Nurcahyo
Masyarakat Betawi punya istilah tersendiri untuk menyebut pencak silat, yaitu “Maen Pukulan”. Disebut Maen Pukulan karena kegiatan ini menandakan ada unsur kesenangan lantaran semula memang hanya sebuah permainan (main, maen) dan bukan untuk menunjukkan kehebatan fisik atau sifat jago. Sedangkan kata “pukulan” lantaran gerakan dalam pencak silat ini didominasi pukulan tangan dan menabukan penggunaan kaki atau tendangan. Kalau toh ada tendangan hanya sebatas pusar ke bawah. Baca lebih lanjut →
Filed under: Budaya | Tagged: etnis betawi, IPSI, kemendikbud, maen pukulan, pencak silat betawi, seni pencak silat | Leave a comment »
Posted on 14/07/2016 by henrinurcahyo
Di kalangan seniman Jawa Timur, nama Henri Nurcahyo sudah cukup dikenal sebagai pengamat dan penulis. Namun kalangan aktivis LSM Lingkungan Hidup juga mengenal namanya. Sementara di sisi yang lain, nama yang sama juga berkibar sebagai wartawan di berbagai media massa. Baimanakah sebenarnya sosok lelaki yang satu ini?
Berikut ini adalah wawancara Henri Nurcahyo dengan Henri Nurcahyo .

Anda itu pekerjaannya apa?
Ini pertanyaan sepele yang sulit dijawab. Anak-anak saya kalau ditanya gurunya atau harus mengisi formulir juga suka bingung menulisnya. Kalau saya jawab “wartawan” pasti diikuti pertanyaan berikut “Wartawan apa? Nulis dimana? Koran apa? Jawa Pos yaa?” Kalau saya jawab “Penulis”, orang malah bingung. Mana ada pekerjaan kok “Penulis.” Malah ada yang mengira penulis itu sama dengan tukang leter, yang suka bikin papan nama itu. Atau Penulis Kaligrafi. Kalau dijawab “seniman” juga sulit menjelaskannya, sebab dikira sama dengan pelukis atau pemain teater. Saya tidak menyalahkan yang bertanya, tetapi sudah sejak lama sekali saya tidak mau terkotak-kotak oleh format apapun, termasuk pekerjaan. Saya jadi ingat apa yang dikatakan Pramoedya Ananta Toer lewat tokoh Minke dalam novelnya “Bumi Manusia”: Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku adalah bumi manusia dengan segala persoalannya. Baca lebih lanjut →
Filed under: Profil | Leave a comment »
Posted on 10/06/2016 by henrinurcahyo
OLEH HENRI NURCAHYO

Prof. Ayu Sutarto, pembicara Kongres Kebudayaan Jatim 2015
Genap 100 hari Ayu Sutarto meninggal dunia. Budayawan dan akademisi yang tak kenal lelah itu harus mengakhiri aktivitasnya yang luar biasa pada tanggal 1 Maret 2016 yang lalu setelah koma hampir dua bulan. Bapak empat anak itu meninggalkan warisan sangat berharga, berupa perpustakaan berisi 15.000 buku lebih dan Yayasan Untukmu si Kecil (USK) yang masih terus aktif berkegiatan. Masih saja anak-anak bermain setiap Sabtu dan Minggu dan banyak mahasiswa yang meminjam buku untuk bahan studi. Baca lebih lanjut →
Filed under: Profil | Tagged: asosiasi tradisi lisan, ayu sutarto, henri nurcahyo, ilham zoebasary, kali bedadung, yayasan USK | Leave a comment »
Posted on 26/02/2016 by henrinurcahyo
Berwisata di pedesaan itu banyak ragamnya. Menghirup udara segar, jalan-jalan menyusuri pematang sawah, menghayati pemandangan indah, menikmati makan dan minuman organik serta menyaksikan berbagai contoh budidaya organik di lahan terbuka maupun RSO (Rumah Sayur Organik). Bagaimana kalau sesekali merasakan menjadi petani, belajar bertani secara organik, atau mengolah sampah menjadi pupuk kompos?
Tertarik berwisata seperti itu? Cobalah berkunjung ke dusun Penanggungan, desa Penanggungan, Trawas, Mojokerto. Di situlah Kampung Organik “Brenjonk” berada. Sebuah komunitas desa yang sepenuhnya melakukan pertanian tanpa menggunakan pestisida dan pupuk kimia, bertani selaras dengan keseimbangan alam. Baca lebih lanjut →
Filed under: Lingkungan, Wisata | Tagged: brenjonk, desa penanggungan, kompos, mojokerto, ramah lingkungan, rumah sayur, trawas, wisata organik | 3 Comments »