Kampung Organik, Ekowisata dan Pendidikan Lingkungan

Jala-jalan - 1Berwisata di pedesaan itu banyak ragamnya. Menghirup udara segar, jalan-jalan menyusuri pematang sawah, menghayati pemandangan indah, menikmati makan dan minuman organik serta menyaksikan berbagai contoh budidaya organik di lahan terbuka maupun RSO (Rumah Sayur Organik). Bagaimana kalau sesekali merasakan menjadi petani, belajar bertani secara organik, atau mengolah sampah menjadi pupuk kompos?

Tertarik berwisata seperti itu? Cobalah berkunjung ke dusun Penanggungan, desa Penanggungan, Trawas, Mojokerto. Di situlah Kampung Organik “Brenjonk” berada. Sebuah komunitas desa yang sepenuhnya melakukan pertanian tanpa menggunakan pestisida dan pupuk kimia, bertani selaras dengan keseimbangan alam. Baca lebih lanjut

Penghargaan buat Petugas Sampah, Ironi Pak Sukri

Catatan Henri Nurcahyo
Jambangan-20131114-00223Karang Pilang-20131114-00225
Namanya singkat, Sukri. Hanya itu saja. Namun pengabdiannya dalam pengolahan sampah jauh lebih panjang dari namanya. Selama 22 (baca: dua puluh dua) tahun hidupnya mengabdi sebagai petugas pengolahan sampah di Depo Sampah Bibis Karah kecamatan Jambangan Surabaya. Toh hal ini tidak menjadikannya sebagai sosok yang istimewa. Sukri dianggap bukan sebagai tokoh, tidak layak ditulis menjadi berita ketika sakit kritis dan opname di rumahsakit. Bahkan ketika dia menghembuskan nafas terakhir pun Sukri dianggap tidak ada maknanya apa-apa. Baca lebih lanjut

Perspektif Budaya dalam Lingkungan Hidup

Pokok-pokok Pikiran

Oleh Henri Nurcahyo

1. Tanggal 14 Februari kemarin adalah Hari Valentin. Semua orang tahu, apalagi anak-anak remaja kota sekarang ini. Jangan tanya asal usulnya, itu tidak penting. Yang mereka tahu adalah Hari Valentin adalah hari menyatakan kasih sayang kepada soul mate kita, ataupun pacar, dengan cara memberikan sesuatu. Biasanya berupa coklat, atau seikat bunga mawar imitasi. Merayakan Hari Valentin tidak dapat dibendung, meski ada yang bilang bukan budaya Indonesia, itu budaya asing, sampai-sampai ada sekolahan yang mengumumkan di pengeras suara: Hari Valentin itu haram, dilarang bawa coklat dan merayakannya. Jadi, bagaimana kita menyikapi adanya Hari Valentin ini? Baca lebih lanjut

Bersatu Padu Membela Pemerintah

Oleh Henri Nurcahyo

Ini kasus menarik. Ada eksekusi atas sebidang lahan, berbagai elemen masyarakat justru membela pemerintah yang selama ini mengklaim atas lahan tersebut. Itulah yang terjadi dalam kasus Taman Flora Surabaya alias Kebun Bibit (KB). Padahal, biasanya pemerintahlah yang melakukan eksekusi (baca: penggusuran) dan masyarakat berunjuk rasa melawan pemerintah. Baca lebih lanjut

GreenArt 2010: Belajar Kesenian dan Lingkungan Sekaligus

Oleh Henri Nurcahyo
Ketua Umum GreenArt Indonesia 2010

Untuk kali ketiga, Komunitas Perupa Peduli Lingkungan (KPPL) menyelenggarakan GreenArt, sebuah hajatan kesenian yang berwawasan lingkungan. Pameran seni rupa, pameran produk dan pengelolaan lingkungan, gelar seni pertunjukan, workshop dan seminar, diselenggarakan di Taman Budaya Jawa Timur, Jalan Gentengkali 85 Surabaya, tanggal 22 – 25 Juli 2010. Baca lebih lanjut

Catatan Terapi Alami (1): Hidup Sehat dengan Flora

Manusia memang mahluk pemakan segala (omnivora), tetapi apa salahnya menjadi vegetarian? Toh segala kebutuhan gizi bagi tubuh dapat dipenuhi dari bahan makanan nabati. Sementara bahan makanan hewani, memang tak ada yang salah. Namun ternyata lebih selama ini dikonsumsi lantaran ”sekadar memuaskan selera.” Baca lebih lanjut

Pabrik Semen dan Ancaman Ekologis

Diantara sekian banyak manfaatnya, keberadaan pabrik semen dapat menjadi ancaman ekologis yang serius. Mulai dari pengambilan bahan bakunya, proses produksinya, sampai dengan dampak polusi debu yang ditimbulkannya. Kalau toh hingga sekarang belum terasakan, jangan keburu gembira, sebab bahaya ekologis selalu muncul belakangan. Dan ketika kita sudah menyadari bahaya itu, maka roda jaman tak mungkin lagi diputar balik. Bencana ekologis, selalu terjadi akibat keterlambatan menyadari kesalahan. Baca lebih lanjut

Perspektif Budaya Pencemaran Sungai

PENCEMARAN sungai akibat limbah tetes tebu yang pernah menggegerkan Surabaya dan sekitarnya ternyata “tidak terlalu dipermasalahkan” masyarakat. Buktinya, tidak ada gugatan class action atas inisiatif warga sendiri, bahkan surat-surat pembaca di media tak ditemukan protes keras untuk menuntut penyelesaiannya. Mengapa persoalan yang sedemikian serius itu justru dianggap sepi? Barangkali, inilah salah satu bentuk sikap budaya masyarakat yang sudah terbiasa dirugikan kepentingannya, sehingga ketika mereka tenggelam sebatas leher pun tetap tak protes karena air memang belum masuk ke lubang hidung.
Baca lebih lanjut

Benang Ruwet Lapindo

Persoalan semburan lumpur Lapindo bagaikan benang ruwet yang tetap saja tak terurai hingga hitungan bulan kelimabelas sekarang ini. Semua pihak berada dalam posisi dilematis, baik masyarakat korban, pemerintah dan juga Lapindo sendiri. Sudah terlanjur salah kaprah sejak awal, sehingga sekarang terbentur di jalan buntu. Meski semua pihak menyalahkan Lapindo, tetapi tetap saja masih belum ada dasar hukum yang jelas bahwa memang Lapindo yang bersalah.
Baca lebih lanjut

Kutukan Bencana Korban Lumpur

Bencana demi bencana akan terus terjadi selama ribuan korban Lumpur Sidoarjo tidak ada yang bertanggungjawab. Ini bukan kutukan, tapi jangan salahkan kalau ada yang memiliki suara batin seperti itu. Pemerintah telah lepas tangan, Lapindo terus mengelak, rakyat unjuk rasa dianggap penjahat pengganggu kepentingan umum, ribuan pengungsi berdesakan di los-los pasar, Hak Azasi Manusia mereka telah dirampas habis-habisan. Jadi, salahkah kalau kemudian muncul kutukan seperti itu???
Baca lebih lanjut